Selasa, 18 Maret 2014

Mengenal Keluarga


Keluarga teman saya, Menginspirasi sekali.

Meski jarang pulang karena aktivitas dan kesibukan di kantor, dia mengenal baik karakter keluarganya, apalagi anak-anaknya. Inilah yang sering dibagi-bagikan kepada kami, teman obrolannya. Meski hanya sesekali.

Ultah bukan hal yang istimewa. Karena setiap hari istimewa. Makan-makan emang tempat ngobrol semua. Tapi bukan saat ultah, saat semua bisa kumpul. Tetap bersyukur meski dinner dengan telor ceplok dan oseng-oseng. Untuk terus dekat dengan anak, meski aktivitas di luar banyak alias sibuk, Karena jarang ketemu justru diupayakan untuk ngumpul terus. Di rumah diupayakan tidak ada sekat, bebas saja. Biar semua mau ngomong apa saja dengan caranya masing-masing. Semua ngatur masing-masing. Ingin melakukan apa, terserah. Gak ada larangan bahkan gak belajar juga gpp. Yang penting pada hepi. Rumah berantakan Oke aja kalo mereka lagi main. Makanya, rumah udah biasa kayak kapal pecah. Masing-masing anak punya caranya sendiri untuk berkreasi. Dulu sempat dibuat aturan ketat. Hasilnya anak-anak malah agak stress. Akhirnya yang dibangun adalah tanggung jawab. Contoh, dulu, harus belajar dari jam 7 sampai 8. Nilainya malah ancur. Karena itu bukan suasana yang nyaman buat mereka. Akhirnya, dibebasin. Mau belajar oke, ngga, oke. Saat ujian nilainya jelek, mereka baru sadar bahwa harus belajar. Akhirnya ngatur waktu sendiri. Ini kalo anaknya peka. Kalo ngga peka, Perlu main hati. Biar ngga kebablasan. Main hati means diajak ngobrol satu persatu. Ada hari-hari tertentu jalan bersua dengan si A, si B, atau si C sendiri. Karena masing-masing memiliki cara untuk menyampaikan keinginan yang berbeda-beda. Masing-masing ingin didengarkan spesial tanpa ada yang ganggu. Percaya dengan anak. Karena tinggal di ibukota yang pergaulannya ngga jelas, da 3 hal yang ngga boleh saat ini, rokok, drug, dan naik motor. 

Kamis, 09 Januari 2014

Ketika Akhwat Ragu Untuk Menikah


Sebuah teguran bagi siapa saja yang ketika membaca judul di atas langsung terEits, jangan salah mengira atau gagal paham dulu. Sebenarnya tujuan dirilisnya tulisan ini dilatarbelakangi oleh berbagai curhatan beberapa teman akhwat.  Kenapa Takut Menikah? Padahal sudah banyak mengikuti kajian pranikah, masih takut dan ragu? 
Berikut ringkasan sederhana dari kajian yang pernah saya dengar. Isinya antara lain beberapa alasan yang dikemukakan oleh para akhwat-wanita mengenai alasan mereka takut menikah. Let's check it out!
1.      Belum siap.
-          Bisa jadi belum siap karena faktor keluarga, misal: Nyokab-bokabnya belum ngebolehin dia untuk menikah sebelum mapan, karena kakak-kakak dari keluarganya belum nikah.
-          Belum siap juga berasal dari internal dirinya sendiri, belum paham tentang Fiqh Munakahat, belum paham tentang walimatul ursy’, belum punya skill untuk memerankan peran sebagai seorang istri-Ibu.
2.      Ngga PD.
-          Misal, Si Akhwat punya calon suami cerdas secara akademis, hapalan banyak, fisik baik sedangkan dirinya sendiri merasa punya banyak kelemahan. Minder deh...
-          Lainnya, di beberapa kasus, tentang masalah keluarga pribadi si akhwat yang tidak paham agama, keluarga broken home, malu akan kondisi keluarganya. Perlu diyakini, ini adalah takdir dari Allah, kita harus ridho.
-          Atau karena cacat fisik, mata tidak sehat, tidak sehat lainnya sehingga tidak PD untuk dikenalkan dengan lawan jenis. Kelebihan yang kita miliki disyukuri dan dimanfaatan sebagai bentuk syukur kepada Allah swt. 
3.      Belum lulus
4.      Amanah Dakwah-Sibuk
5.      Takut resiko menikah.
-          Takut kebebasannya terbatasi, biasanya pergi pagi pulang malam. Khawatir nanti tidak bisa bebas beraktivitas, habis menikah harus begini-begitu.
-          Takut menjalankan perannya sebagai ibu/istri. Yakini peran sebagai ibu/istri sebagai ibadah.
-          Takut sholatnya tidak khusuk, ibadah menurun, dakwah terganggu.
6.      Trauma.
-          Punya masa lalu yang tidak baik, seperti sudah pernah berzina/berhubungan intim. Biarlah masa lalu berlalu dan menjadi pelajaran untuk masa depan. Masa lalu bisa diperbaiki dengan taubat nasuha.
-          Trauma karena sudah beberapa kali ta’aruf tapi berkali-kali juga gagal. Perlu dievaluasi, apa sebab bisa terjadi hal demikian.
7.      Tida ada rasa-getaran cinta kepada lawan jenis
8.      Tidak normal

Cita-cita untuk berkarir harus dikomprehensifkan dengan tujuan hidup. Hati-hati..
#Mulai berpikir ulang.

Selasa, 17 Desember 2013

Traveling to Jakarta


Bismillah... Sebagai awalan dari tulisan ini.


Hm.. Aku baru sadar akan pentingnya mengikuti kata hati agar pengalaman ini tidak terulang lagi.

Mengingat beberapa hari lalu aku sempat galau untuk memutuskan berangkat ke Jakarta atau tidak dalam rangka memenuhi undangan dari organisasi yang aku ikuti. 

Meski sudah mempertimbangkan berbagai plus minusnya berangkat, ego dan nafsuku memilih untuk tetap berangkat. Padahal jika dianalisis, jumlah negatifnya lebih banyak. Ini akibat jika tidak mengikuti kata hati.


Sebenarnya undangannya disampaikan hari Rabu. Sontak langsung mengabari beberapa teman yang terkait dengan berbagai agenda yang seharusnya aku manage. Hingga hari Jum'at tiba, aku belum bisa memberikan keputusan yang pasti. Untuk berjaga-jaga, aku membeli tiket untuk keberangkatan hari Sabtu. Pun hingga hari Sabtu, aku masih belum bisa memutuskan apakah berangkat atau tidak. Hingga Sabtu siang setelah ngajar, aku masih intens komunikasi dengan beberapa teman untuk membantu memberikan masukan. Beberapa teman justru menanjurkan untuk berangkat. Sejatinya hati kecilku menolak.


Berangkat sendiri ke Jakarta bukanlah perkara mudah bagi seorang akhwat sepertiku. Perjalanan tanpa persiapan ibarat maju ke medan perang tanpa persiapan. Kamu akan menghadapi berbagai resiko dan kemungkinan yang bakal terjadi.


Dimulai dengan adegan mengejar kereta. 30 menit sebelum keberangkatan kereta aku masih ada di suatu tempat mengikuti agenda pekanan. 9 menit sebelum waktunya tiba, aku masih dalam perjalanan menuju stasiun. Syukurnya, beberapa satpam dan penjaga kereta memudahkan proses pemeriksaan ticket kereta sehingga aku bisa segera berlari menuju kereta.


Sepanjang perjalanan di kereta selama 12 jam dirasa sia-sia jika hanya digunakan untuk tidur. Aku pun tidak tidur sama sekali. Justru menghabiskan perjalanan panjang ke Jakarta dengan berdiskusi bersama penumpang kereta yang duduk di sebelah. Kebetulan beliau adalah kontraktor bangunan. Beliau dari jurusan teknis sipil Jakarta. Beliau juga merupakan seorang ahli dalam pengobatan alternatif. Dari cerita yang beliau sampaikan, berbagai golongan masyarakat sering datang ke kediaman beliau untuk sekedar mengeluhkan penyakitnya hingga meminta solusi atas penyakitnya tersebut. Satu hal yang menarik bahwa beliau dulunya tergabung dalam jamaah partai tertentu. Dalam perjalanan tersebut beliau banyak menceritakan asam-garam saat bergabung di jamaah partai tersebut. Bahkan berulang-ulang beliau menyampaikan bahwa beliau sudah kenyang dan puas ditikam oleh jamaahnya sendiri. Dalam cerita kalutnya, beliau menyisipkan kisah-kisah manis saat-saat aksi bersama teman-teman, berjualan bersama, dan membaca doa robithoh di tiap akhir pengajian pekanan. Intinya, ada beberapa pelajaran yang bisa aku ambil hikmahnya dari obrolan dengan beliau, antara lain: fokuskan diri untuk menjadi ahli, belajar untuk lebih profesional dalam segala urusan (termasuk dalam organisasi), manajemen keuangan, belajar untuk lebih sayang dan taat pada orang tua, tingkatkan rasa syukur pada Illahi. Jangan terlena dengan kekayaan, kecukupan, kemewahan, dan segala hal yang berhubungan dengan duniawi.


Tidak hanya seru di kereta. Beberapa hari di Jakarta memperluas wawasanku. Tentang kerasnya kehidupan di Jakarta, Militansi dakwahnya, gaya hidup, pola kumunikasi, dan sebagainya. Aku tidak akan melupakan perljalananku ini. Unforgettablemoment.


Biarlah ini menjadi pengalaman masa mudaku yang akan menjadi kisah bagi anak cucuku kelak. Agar mereka bisa mengambil hikmahnya.

Jumat, 28 Juni 2013

Ilmu dunia-akhirat


Kewajiban dalam menuntut ilmu

Landasan jelas dalam Q.S. Al Baqarah: 269 


1.      Agama dasar dibantu atas dasar ilmu, bukan dugaan atau kira-kira. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat pertama kata ‘iqra = bacalah. Periwayat hadits Bukhari punya buku berjudul Ilmu harus didahulukan atas amal dan perbuatan (materi Fiqh Prioritas). Ada ahli kitab yang mengajarkan ilmu bukan berdasarkan ilmu, kecuali dengan dugaan dan angan-angan mereka. Sekalipun gerakan shalatnya benar namun tidak dilandasi ilmu sesungguhnya shalatnya tidak diterima. Maka dari itu, wajib untuk banyak belajar pada sumber primer, wahyu Allah swt. Islam dapat amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Untuk membangun kekhalifahan juga harus dilandasi ilmu. Umar bin Khattab berkata: “belajarlah (Ber-tafaqqoh) kalian sebelum menjadi pemimpin”.  Karena tugas khalifah adalah menjadi pemimpin (antasuru). Pemimpin yang dimaksud bukan sekedar pemimpin, namun orang yang seharusnya melampaui kebaikan sehingga dia layak dijadikan sebagai teladan. Oleh karena itu, belajarlah terlebih dahulu sebelum memberi keteladanan. Kitab at Tibyan fi Adabil Quran (recomended). Jika kau sudah menjadi pemimpin maka tidak ada waktu lagi untuk banyak belajar. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang kalian pimpin. Suami, adalah pemimpin bagi keluarga, Istri adalah pemimpin bagi anak-anaknya, bahkan diri kita sendiri adalah pemimpin atas diri kita. Mumpung masih di pesantren, jangan biarkan ada waktu luang untuk tidak belajar. Mumpung masih kuliah, jangan biarkan waktu habis tanpa belajar. Mumpung belum banyak amanah yang menggantungi kita. Jika para pemimpin kita tidak berilmu, maka bangunan kita tidak akan kuat. 
2.      Masalah yang akan kita hadapi bukan hanya 1 masalah, maka dari itu kita dianjurkan untuk baca doa “Rabbi zidni ‘ilman war zukni fahman”.  Ilham, ilmu yang diberi Allah tanpa harus belajar. Ini akan didapat bila dia selalu menjadikan segala objek sebagai llmu. Jika dia menganggap bahwa setiap amanah yang diemban adalah ilmu, setiap masalah adalah ilmu, setiap peristiwa adalah ilmu. Tidak ada suatu nikmat yang diberikan Allah kecuali ilmu. Posisikan diri kita selalu sebagai penuntut ilmu (Thalib). Jika orang memposisikan dirinya sebagai guru, ia telah merasa cukup atas apa yang telah dimiliki.
3.       Tidak ada jalan ke syurga kecuali melalui ilmu. Jika kau punya harta, harta itulah yang menjadi objek untuk dihakimi. Tetapi jika memiliki ilmu, ilmu itulah yang akan menghakimi. Al ‘ilmu nurun (Ilmu itu cahaya).  Cahayakanlah hidupmu hingga sampai ke surga.

As Syukru ‘ala nikmat
Dari ketiga hal tersebut di atas. Maka hendaknya mensyukuri nikmat ilmu. Bagaimana caranya?
1.      Dia harus menempatkan ilmu di atas segala-galanya dan jadi prioritas. 3 pesan yang tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun:
1.      Apapun kondisi mu jangan tinggalkan belajar. Man ‘amila bima ‘amila bima ‘alima ‘alammahu maa lama ya’lam. Barangsiapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui, maka Allah akan mengajarkan padanya sesuatu yang belum diketahui. Spesialisasi keilmuan hanya 1 bab dari ilmu yang wajib kita pelajari. Karena hidup kita tidak hanya mengenai spesialisasi keilmuan yang kita miliki. Masih ada ilmu lain yang wajib kita pelajari. Jadilah penuntut ilmu, bukan orang yang merasa sudah berilmu. Orang yang pintar justru selalu merasa bahwa dirinya tidak berilmu. Hati akan menjadi bagus karena Ilmu. Sebagaimana bumi akan menjadi bagus karena tanaman.
2.      Apapun yang akan kau lakukan, jangan tinggalkan untuk menyebarkan ilmu (dakwah), bekal dakwah adalah ilmu (baca Q.S Yusuf: 108). Jangan kau tinggalkan komunitas yang suka menuntut ilmu, ngaji. Dalam kitab Ta’alim muta’alim Teruslah menjadi orang yang mendapat ilmu pengetahuan, setiap waktu terus menambahkan ilmu pengetahuan. Buatlah komunitas yang senantiasa mendiskusikan ilmu, bukan diskusi gosip, ghibah. Hingga kau lihat jalan menuju syurga melalui ilmu.

Ilmu ada 2, Ilmu nafi’ dan ghairu nafi’ (Bermanfaat dan tidak bermanfaat)
Ilmu yang bermanfaat: Memiliki sikap tawadhu terhadap ilmu. Ada perdebatan antara guru dan murid. Guru yang tinggal di desadan gaptek. Murid yang sudah berdakwahhingga internasional, kahlian bahasanya banyak. Siapa yanglebih hebat antara guru dan murid? Guru. Guru yang hebat adalah guru yang menghasilkan murid yang lebih hebat dari gurunya. Sikap murid yang baik, sekalipun pernah disakiti oleh gurunya, tidak pernah merasa sakit. Jangan pernah  samakan antara guru yang mengajarkan kita halal haram dengan guru yang mengajarkan matematika.
Guru kita ada 2, murabbi jasad (ayah ibu) dan murabbi ruh (yang mengajarkan dan siap bertanggung jawab ataas apa yang telah diajarkan).

Ilmu yang tidak bermanfaat: si pemilik ilmu akan tersesat dalam ilmu yang dimilikinya. Manfaat ilmu bukan dari sebanyak jumlah ilmu yang kita pelajari, atau tempat di mana kita menuntut ilmu, tapi seberapa tulus kita menghormati para ahli ilmu dan ilmu apa yang dipelajari. Seorang anak berusia 10 tahun belajar di pesantren namun masih tetap sulit memahami ilmu yang diajarkan di pondok tersebut. Selalu berkata “ya” atas apa yang diminta gurunya. Amalnya adalah membantu teman-temannya untuk menyiapkan makanan dan pakaian dengan senang hati. Berharap berkah ia peroleh dengan amalnya meski sulit untuk memahami ilmu. Suatu hari ada bapak yang ingin menjadikan suami untuk anaknya. Sadar dan ketaatan pada gurunya. Gurunya ridha maka ia melangkahkan kakinya. Keberkahan waktu dan amal yang dia lakukan. 

Minggu, 23 Juni 2013

Aku dikucilkan?


Tanya:
Lebih tepatnya aku tidak dikaryakan. Tidak diberi kesempatan untuk melaksanakan apa yang seharusnya aku kerjakan. Tidak diberi ruang gerak.  Sehingga aku merasa tidak diakui. Mungkin karena aku tidak berpotensi di sana, atau memang ada perasaan pribadi yang tidak menyenangkan sehingga sengaja tidak patut ada kontribusi di sana.
Sedih. Merasa tidak dibutuhkan. Apakah aku bisa tetap berharap di sana? Atau apakah aku harus mencari ladang amal yang lain?

Jawab:
Harus berefleksi.. Mungkin saja dalam aktivitas kita bersama mereka (yang mengucilkan):
1.       kita tidak peka terhadap isu atau berita yang mereka bawa;
2.       Keberadaan kita tidak memberikan manfaat bagi mereka;
3.       Meski  kita peka, kita tidak memberi solusi yang solutif. Justru solusi yang kita usulkan adalah solusi yang tidak baik sehingga tidak bisa diterima;

Maka dari itu, mulai saat ini, kita mencoba untuk menyelesaikan masalah dalam diri kita terlebih dahulu dengan melakukan beberapa langkah berikut.
1.       Realistis. Akui bahwa kita memang tidak peka, atau tidak memberi manfaat bagi orang lain. Ketika kesadaran ini sudah dimiliki, ada baiknya ada meminta maaf terlebih dahulu kepada diri sendiri bahwa selama ini sudah tidak mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki, salah satunya perasaan untuk peka terhadap kondisi sekitar.
2.       Melihat situasi dengan baik. Ketika hati jernih, maka pikiran pun akan jernih untuk memutuskan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.  Saat dikucilkan, apakah kita akan semakin terpuruk dengan keadaan dengan mengekspresikannya dalam wujud emosi atau justru sebaliknya.
3.       Pahami kondisi orang lain. Terkadang kita terlalu egois. Ingin selalu diperhatikan namun tidak mau memberi perhatian pada orang lain. Inilah yang membuat orang lain perlahan-lahan menjauhkan diri dari kita. Ada saatnya kita harus toleran dengan kondisi orang lain. Ketika sudah bisa memahami kondisi orang lain, kita pun dengan sendirinya akan “menyehatkan” komunikasi dengan orang lain.
4.       Senyum. Senyum dapat mengubah mood. Semula marah bisa menjadi sayang. Berawal dari senyum. Ini akan membawa perasaan kita lebih baik. Senyum kita dapat menebarkan kedamaian kepada orang lain yang mungkin saat itu juga merasa “emosi”. Senyum adalah shadaqoh.
5.       Tidak terlalu cepat tersinggung atau merasa bahwa diri ini dikucilkan. Berpositif thingking aja.
6.       Lakukan sesuatu. Jangan biasakan diri ini hanya menghabiskan waktu dengan kegiatan yang percuma, misal merenung, ngelamun. Itu justru akan menambah perasaan sedih dalam diri. Aktivitas yang dianjurkan misalnya, silaturahim ke temen, nulis, baca. Kan lebih bermanfaat.
7.       Nyatakan perasaanmu pada teman. Nyatakan perasaanmu secara langsung dan ceritakan apa yang kita rasakan, bagaimana agar bisa diterima, minta penjelasan dari mereka apa yang menyebabkan mereka bisa bersikap mengucilkan kita, jelaskan mengapa kita ingin bersama dia di beberapa kesempatan. Penting: nyatakan ini dengan sopan pada situasi yang tepat.
8.       Dengarkan keluhan atau tanggapan dari orang lain. Menjadi pribadi yang terbuka tidak ada ruginya. Bisa jadi keluhan atau tanggapan yang disampaikan orang alin kepada kita adalah sebuah masukan yang sangat bermanfaat bagi diri kita untuk menjadi pribadi lebih baik. Kalopun orang tersebut menyatakan permohonan maafnya, tidak ada salahnya juga untuk memaafkan kesalahannya.
9.       Menjadi aktif dan susun sesuatu untuk dilakukan bersama. Sering bertemu atau melakukan pekerjaan bersama dapat meningkatkan kemampuan kita dalam berkomunikasi dan berkoordinasi. Kegiatan bersama, misalnya makan bareng, buat kegiatan sosial bareng, belanja bareng, dan sebagainya.  Dengan begitu hubungan kita dengan teman bisa semakin dekat. Kita pun semakin mudah untuk memahami karakter dalam diri mereka.
10.   Jika masih merasa terkucilkan, saatnya untuk meninggalkan pesan kepada orang yang bersangkutan. Jika masih merasa terabaikan, mungkin ini saatnya bagi kita mencari sosok komunitas lain yang bisa peduli dengan kita. Masih banyak orang di luar sana yang menanti kontribusi kita. 

Teman yang baik adalah teman yang mampu mengingatkan kita di saat lalai dan mendukung kita dalam kebaikan.