Jumat, 28 Juni 2013

Ilmu dunia-akhirat


Kewajiban dalam menuntut ilmu

Landasan jelas dalam Q.S. Al Baqarah: 269 


1.      Agama dasar dibantu atas dasar ilmu, bukan dugaan atau kira-kira. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat pertama kata ‘iqra = bacalah. Periwayat hadits Bukhari punya buku berjudul Ilmu harus didahulukan atas amal dan perbuatan (materi Fiqh Prioritas). Ada ahli kitab yang mengajarkan ilmu bukan berdasarkan ilmu, kecuali dengan dugaan dan angan-angan mereka. Sekalipun gerakan shalatnya benar namun tidak dilandasi ilmu sesungguhnya shalatnya tidak diterima. Maka dari itu, wajib untuk banyak belajar pada sumber primer, wahyu Allah swt. Islam dapat amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Untuk membangun kekhalifahan juga harus dilandasi ilmu. Umar bin Khattab berkata: “belajarlah (Ber-tafaqqoh) kalian sebelum menjadi pemimpin”.  Karena tugas khalifah adalah menjadi pemimpin (antasuru). Pemimpin yang dimaksud bukan sekedar pemimpin, namun orang yang seharusnya melampaui kebaikan sehingga dia layak dijadikan sebagai teladan. Oleh karena itu, belajarlah terlebih dahulu sebelum memberi keteladanan. Kitab at Tibyan fi Adabil Quran (recomended). Jika kau sudah menjadi pemimpin maka tidak ada waktu lagi untuk banyak belajar. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang kalian pimpin. Suami, adalah pemimpin bagi keluarga, Istri adalah pemimpin bagi anak-anaknya, bahkan diri kita sendiri adalah pemimpin atas diri kita. Mumpung masih di pesantren, jangan biarkan ada waktu luang untuk tidak belajar. Mumpung masih kuliah, jangan biarkan waktu habis tanpa belajar. Mumpung belum banyak amanah yang menggantungi kita. Jika para pemimpin kita tidak berilmu, maka bangunan kita tidak akan kuat. 
2.      Masalah yang akan kita hadapi bukan hanya 1 masalah, maka dari itu kita dianjurkan untuk baca doa “Rabbi zidni ‘ilman war zukni fahman”.  Ilham, ilmu yang diberi Allah tanpa harus belajar. Ini akan didapat bila dia selalu menjadikan segala objek sebagai llmu. Jika dia menganggap bahwa setiap amanah yang diemban adalah ilmu, setiap masalah adalah ilmu, setiap peristiwa adalah ilmu. Tidak ada suatu nikmat yang diberikan Allah kecuali ilmu. Posisikan diri kita selalu sebagai penuntut ilmu (Thalib). Jika orang memposisikan dirinya sebagai guru, ia telah merasa cukup atas apa yang telah dimiliki.
3.       Tidak ada jalan ke syurga kecuali melalui ilmu. Jika kau punya harta, harta itulah yang menjadi objek untuk dihakimi. Tetapi jika memiliki ilmu, ilmu itulah yang akan menghakimi. Al ‘ilmu nurun (Ilmu itu cahaya).  Cahayakanlah hidupmu hingga sampai ke surga.

As Syukru ‘ala nikmat
Dari ketiga hal tersebut di atas. Maka hendaknya mensyukuri nikmat ilmu. Bagaimana caranya?
1.      Dia harus menempatkan ilmu di atas segala-galanya dan jadi prioritas. 3 pesan yang tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun:
1.      Apapun kondisi mu jangan tinggalkan belajar. Man ‘amila bima ‘amila bima ‘alima ‘alammahu maa lama ya’lam. Barangsiapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui, maka Allah akan mengajarkan padanya sesuatu yang belum diketahui. Spesialisasi keilmuan hanya 1 bab dari ilmu yang wajib kita pelajari. Karena hidup kita tidak hanya mengenai spesialisasi keilmuan yang kita miliki. Masih ada ilmu lain yang wajib kita pelajari. Jadilah penuntut ilmu, bukan orang yang merasa sudah berilmu. Orang yang pintar justru selalu merasa bahwa dirinya tidak berilmu. Hati akan menjadi bagus karena Ilmu. Sebagaimana bumi akan menjadi bagus karena tanaman.
2.      Apapun yang akan kau lakukan, jangan tinggalkan untuk menyebarkan ilmu (dakwah), bekal dakwah adalah ilmu (baca Q.S Yusuf: 108). Jangan kau tinggalkan komunitas yang suka menuntut ilmu, ngaji. Dalam kitab Ta’alim muta’alim Teruslah menjadi orang yang mendapat ilmu pengetahuan, setiap waktu terus menambahkan ilmu pengetahuan. Buatlah komunitas yang senantiasa mendiskusikan ilmu, bukan diskusi gosip, ghibah. Hingga kau lihat jalan menuju syurga melalui ilmu.

Ilmu ada 2, Ilmu nafi’ dan ghairu nafi’ (Bermanfaat dan tidak bermanfaat)
Ilmu yang bermanfaat: Memiliki sikap tawadhu terhadap ilmu. Ada perdebatan antara guru dan murid. Guru yang tinggal di desadan gaptek. Murid yang sudah berdakwahhingga internasional, kahlian bahasanya banyak. Siapa yanglebih hebat antara guru dan murid? Guru. Guru yang hebat adalah guru yang menghasilkan murid yang lebih hebat dari gurunya. Sikap murid yang baik, sekalipun pernah disakiti oleh gurunya, tidak pernah merasa sakit. Jangan pernah  samakan antara guru yang mengajarkan kita halal haram dengan guru yang mengajarkan matematika.
Guru kita ada 2, murabbi jasad (ayah ibu) dan murabbi ruh (yang mengajarkan dan siap bertanggung jawab ataas apa yang telah diajarkan).

Ilmu yang tidak bermanfaat: si pemilik ilmu akan tersesat dalam ilmu yang dimilikinya. Manfaat ilmu bukan dari sebanyak jumlah ilmu yang kita pelajari, atau tempat di mana kita menuntut ilmu, tapi seberapa tulus kita menghormati para ahli ilmu dan ilmu apa yang dipelajari. Seorang anak berusia 10 tahun belajar di pesantren namun masih tetap sulit memahami ilmu yang diajarkan di pondok tersebut. Selalu berkata “ya” atas apa yang diminta gurunya. Amalnya adalah membantu teman-temannya untuk menyiapkan makanan dan pakaian dengan senang hati. Berharap berkah ia peroleh dengan amalnya meski sulit untuk memahami ilmu. Suatu hari ada bapak yang ingin menjadikan suami untuk anaknya. Sadar dan ketaatan pada gurunya. Gurunya ridha maka ia melangkahkan kakinya. Keberkahan waktu dan amal yang dia lakukan. 

Minggu, 23 Juni 2013

Aku dikucilkan?


Tanya:
Lebih tepatnya aku tidak dikaryakan. Tidak diberi kesempatan untuk melaksanakan apa yang seharusnya aku kerjakan. Tidak diberi ruang gerak.  Sehingga aku merasa tidak diakui. Mungkin karena aku tidak berpotensi di sana, atau memang ada perasaan pribadi yang tidak menyenangkan sehingga sengaja tidak patut ada kontribusi di sana.
Sedih. Merasa tidak dibutuhkan. Apakah aku bisa tetap berharap di sana? Atau apakah aku harus mencari ladang amal yang lain?

Jawab:
Harus berefleksi.. Mungkin saja dalam aktivitas kita bersama mereka (yang mengucilkan):
1.       kita tidak peka terhadap isu atau berita yang mereka bawa;
2.       Keberadaan kita tidak memberikan manfaat bagi mereka;
3.       Meski  kita peka, kita tidak memberi solusi yang solutif. Justru solusi yang kita usulkan adalah solusi yang tidak baik sehingga tidak bisa diterima;

Maka dari itu, mulai saat ini, kita mencoba untuk menyelesaikan masalah dalam diri kita terlebih dahulu dengan melakukan beberapa langkah berikut.
1.       Realistis. Akui bahwa kita memang tidak peka, atau tidak memberi manfaat bagi orang lain. Ketika kesadaran ini sudah dimiliki, ada baiknya ada meminta maaf terlebih dahulu kepada diri sendiri bahwa selama ini sudah tidak mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki, salah satunya perasaan untuk peka terhadap kondisi sekitar.
2.       Melihat situasi dengan baik. Ketika hati jernih, maka pikiran pun akan jernih untuk memutuskan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.  Saat dikucilkan, apakah kita akan semakin terpuruk dengan keadaan dengan mengekspresikannya dalam wujud emosi atau justru sebaliknya.
3.       Pahami kondisi orang lain. Terkadang kita terlalu egois. Ingin selalu diperhatikan namun tidak mau memberi perhatian pada orang lain. Inilah yang membuat orang lain perlahan-lahan menjauhkan diri dari kita. Ada saatnya kita harus toleran dengan kondisi orang lain. Ketika sudah bisa memahami kondisi orang lain, kita pun dengan sendirinya akan “menyehatkan” komunikasi dengan orang lain.
4.       Senyum. Senyum dapat mengubah mood. Semula marah bisa menjadi sayang. Berawal dari senyum. Ini akan membawa perasaan kita lebih baik. Senyum kita dapat menebarkan kedamaian kepada orang lain yang mungkin saat itu juga merasa “emosi”. Senyum adalah shadaqoh.
5.       Tidak terlalu cepat tersinggung atau merasa bahwa diri ini dikucilkan. Berpositif thingking aja.
6.       Lakukan sesuatu. Jangan biasakan diri ini hanya menghabiskan waktu dengan kegiatan yang percuma, misal merenung, ngelamun. Itu justru akan menambah perasaan sedih dalam diri. Aktivitas yang dianjurkan misalnya, silaturahim ke temen, nulis, baca. Kan lebih bermanfaat.
7.       Nyatakan perasaanmu pada teman. Nyatakan perasaanmu secara langsung dan ceritakan apa yang kita rasakan, bagaimana agar bisa diterima, minta penjelasan dari mereka apa yang menyebabkan mereka bisa bersikap mengucilkan kita, jelaskan mengapa kita ingin bersama dia di beberapa kesempatan. Penting: nyatakan ini dengan sopan pada situasi yang tepat.
8.       Dengarkan keluhan atau tanggapan dari orang lain. Menjadi pribadi yang terbuka tidak ada ruginya. Bisa jadi keluhan atau tanggapan yang disampaikan orang alin kepada kita adalah sebuah masukan yang sangat bermanfaat bagi diri kita untuk menjadi pribadi lebih baik. Kalopun orang tersebut menyatakan permohonan maafnya, tidak ada salahnya juga untuk memaafkan kesalahannya.
9.       Menjadi aktif dan susun sesuatu untuk dilakukan bersama. Sering bertemu atau melakukan pekerjaan bersama dapat meningkatkan kemampuan kita dalam berkomunikasi dan berkoordinasi. Kegiatan bersama, misalnya makan bareng, buat kegiatan sosial bareng, belanja bareng, dan sebagainya.  Dengan begitu hubungan kita dengan teman bisa semakin dekat. Kita pun semakin mudah untuk memahami karakter dalam diri mereka.
10.   Jika masih merasa terkucilkan, saatnya untuk meninggalkan pesan kepada orang yang bersangkutan. Jika masih merasa terabaikan, mungkin ini saatnya bagi kita mencari sosok komunitas lain yang bisa peduli dengan kita. Masih banyak orang di luar sana yang menanti kontribusi kita. 

Teman yang baik adalah teman yang mampu mengingatkan kita di saat lalai dan mendukung kita dalam kebaikan.

Sabtu, 15 Juni 2013

Merried? So what?


Jika ditanya usia berapa pantas dikatakan siap menikah?

Usia bukan penentu siap atau belumnya. Usia 24 tahun tapi kepribadiannya seperti usia 7 tahun, juga dikatakan belum siap menikah. Kita berkaca pada ibunda Aisyah yang menikah dengan Rasulullah pada usia 9 tahun. Namun pernikahannya diberkahi dengan bukti banyaknya hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Aisyah.

Lalu kepribadian macam apa untuk dikatakan siap menikah?
Apakah jika sudah memiliki rekening pribadi?
Apakah jika sudah memiliki mobil pribadi?
Bukan, sekali-kali bukan.  Menikah dilihat dari tujuannya.

Benar tapi tidak tepat dengan tujuan disebut tidak tepat.. Tepat menikah sama dengan tepat pada tujuan. Harus jujur pada diri sendiri apakah diri ini sudah siap atau belum untuk menikah. Jika seorang akhwat menikah pada saat yang belum tepat, maka di kehidupannya akan banyak menemukan beban. Bahkan mungkin sekali akan membebankan ikhwan yang sudah siap.

Lalu apa sih tujuan dari menikah? SAKINAH, MAWADDAH dan RAHMAH (Q.S. Rum:21)
Bukan mereka yang harus masuk ke dunia kita. Terima mereka apa adanya. Itu salah satu kriteria kepribadian yang siap menikah. Tidak usah memikirkan nanti menikah dengan siapa. Tapi fokus untuk memperbaiki diri.

1.       SAKINAH
Pribadi yang tenang adalah pribadi yang mampu menenangkan orang lain. Mendengar nama kita saja sudah merasa tenang. Ibarat saat kita ingat nama Allah saja, dapat membuat tenang. Jika kedua pihak berkripadian tenang, masalah bisa dihadapi dengna tenang pula. Apa yang menyebabkan tenang?
Tidak menjadikan dunia sebagai orientasi. Sebuah persahabatan yang disebabkan karena keinginan dunia, bisa dipastikan persahabatan jauh dari ketenangan. Banyak kecewanya. Menkha jika mengharapkan wajahnya, warna kulitnya, dan sebagainya berarti bisa disimpulkan bahwa ia belum siap menikah. Melainkan ia jatuh cinta pada nafsunya.

2.       MAWADDAH
Cinta. Beda istilah dengan Mahabbah. Mahabbah bermakna ada unsur yang menyebabkan timbulnya cinta terhadap apa yang dicintai, bisa berupa materi lahir.
Sedangkan Mawaddah tidak berasal dari unsur manusiawi. Bermakna cinta kita kepada seseorang yang menyebabkan orang yang kita cintai bisa melabuhkan cintanya pada Allah SWT.  Cinta bukan berdasar ketertarikan  fisik, tapi justru cinta itu dapat mendekatkan diri pada Allah

3.       RAHMAH (kasih sayang)
Siapa pribadi yang penuh kasih sayang? Pribadi yang melihat kekurangan orang lain sebagai kesempatan baginya untuk melebihkan yang lain. Belajar sifat Allah yang memiliki sifat kasih sayang. Kebencian Allah memiliki makna untuk memperbaiki yang dibencinya.  Allah, dalam bencinya saja mengandung kasih sayang agar orang tersebut lebih baik sangat kuat kasih sayangnya. Istri yang penuh Rahmah tidak akan mengeluh pada kekurangan yang terdapat pada suaminya. Akhwat yang dikaruniai kecantikannya akan memberikan kecantikannya dengan bersedia menikah dengan ikhwan yang berfisik biasa saja. Sekali lagi, sebuah pernikahan bukan bergantung pada siapa pendampingnya. Melainkan pada kepribadian dirinya endiri.

Jadilah diri yang apa adanya kemudian pasrah atas ketentuanNya.

#Nasihat untuk diri sendiri dan orang lain

Glosarium: 
ikhwan: dalam konteks ini, ikhwan bermakna laki-laki, pria, doi, dan sejenisnya. Bahasa asalnya akhi yang berarti saudara laki-laki. 
Akhwat: dalam konteks ini bermakna perempuan, atau wanita. Beberapa orang memaknai sebagai wanita yang menjaga auratnya, shalihah.