Selasa, 17 Desember 2013

Traveling to Jakarta


Bismillah... Sebagai awalan dari tulisan ini.


Hm.. Aku baru sadar akan pentingnya mengikuti kata hati agar pengalaman ini tidak terulang lagi.

Mengingat beberapa hari lalu aku sempat galau untuk memutuskan berangkat ke Jakarta atau tidak dalam rangka memenuhi undangan dari organisasi yang aku ikuti. 

Meski sudah mempertimbangkan berbagai plus minusnya berangkat, ego dan nafsuku memilih untuk tetap berangkat. Padahal jika dianalisis, jumlah negatifnya lebih banyak. Ini akibat jika tidak mengikuti kata hati.


Sebenarnya undangannya disampaikan hari Rabu. Sontak langsung mengabari beberapa teman yang terkait dengan berbagai agenda yang seharusnya aku manage. Hingga hari Jum'at tiba, aku belum bisa memberikan keputusan yang pasti. Untuk berjaga-jaga, aku membeli tiket untuk keberangkatan hari Sabtu. Pun hingga hari Sabtu, aku masih belum bisa memutuskan apakah berangkat atau tidak. Hingga Sabtu siang setelah ngajar, aku masih intens komunikasi dengan beberapa teman untuk membantu memberikan masukan. Beberapa teman justru menanjurkan untuk berangkat. Sejatinya hati kecilku menolak.


Berangkat sendiri ke Jakarta bukanlah perkara mudah bagi seorang akhwat sepertiku. Perjalanan tanpa persiapan ibarat maju ke medan perang tanpa persiapan. Kamu akan menghadapi berbagai resiko dan kemungkinan yang bakal terjadi.


Dimulai dengan adegan mengejar kereta. 30 menit sebelum keberangkatan kereta aku masih ada di suatu tempat mengikuti agenda pekanan. 9 menit sebelum waktunya tiba, aku masih dalam perjalanan menuju stasiun. Syukurnya, beberapa satpam dan penjaga kereta memudahkan proses pemeriksaan ticket kereta sehingga aku bisa segera berlari menuju kereta.


Sepanjang perjalanan di kereta selama 12 jam dirasa sia-sia jika hanya digunakan untuk tidur. Aku pun tidak tidur sama sekali. Justru menghabiskan perjalanan panjang ke Jakarta dengan berdiskusi bersama penumpang kereta yang duduk di sebelah. Kebetulan beliau adalah kontraktor bangunan. Beliau dari jurusan teknis sipil Jakarta. Beliau juga merupakan seorang ahli dalam pengobatan alternatif. Dari cerita yang beliau sampaikan, berbagai golongan masyarakat sering datang ke kediaman beliau untuk sekedar mengeluhkan penyakitnya hingga meminta solusi atas penyakitnya tersebut. Satu hal yang menarik bahwa beliau dulunya tergabung dalam jamaah partai tertentu. Dalam perjalanan tersebut beliau banyak menceritakan asam-garam saat bergabung di jamaah partai tersebut. Bahkan berulang-ulang beliau menyampaikan bahwa beliau sudah kenyang dan puas ditikam oleh jamaahnya sendiri. Dalam cerita kalutnya, beliau menyisipkan kisah-kisah manis saat-saat aksi bersama teman-teman, berjualan bersama, dan membaca doa robithoh di tiap akhir pengajian pekanan. Intinya, ada beberapa pelajaran yang bisa aku ambil hikmahnya dari obrolan dengan beliau, antara lain: fokuskan diri untuk menjadi ahli, belajar untuk lebih profesional dalam segala urusan (termasuk dalam organisasi), manajemen keuangan, belajar untuk lebih sayang dan taat pada orang tua, tingkatkan rasa syukur pada Illahi. Jangan terlena dengan kekayaan, kecukupan, kemewahan, dan segala hal yang berhubungan dengan duniawi.


Tidak hanya seru di kereta. Beberapa hari di Jakarta memperluas wawasanku. Tentang kerasnya kehidupan di Jakarta, Militansi dakwahnya, gaya hidup, pola kumunikasi, dan sebagainya. Aku tidak akan melupakan perljalananku ini. Unforgettablemoment.


Biarlah ini menjadi pengalaman masa mudaku yang akan menjadi kisah bagi anak cucuku kelak. Agar mereka bisa mengambil hikmahnya.

Tidak ada komentar: