Rabu, 08 Mei 2013

Hening di antara Bening dan Pening


Suatu hari si kakak diminta menjemput adiknya di sekolah. Setelah sampai ke sekolah, dicari-cari ternyata adik nggak ada. Udah di sms, ditelpon, ditanyakan ke temen-temen, tapi nihil. Akhirnya kakak pulang tanpa menjalankan amanah yang seharusnya. Sesampainya di rumah, adik protes dengan kakak dan mengadu pada ibu bahwa kakak tidak menjemputnya. Lantas ibu menegur si kakak.
Bagaimana sikap kakak seharusnya? Apakah ia harus membela dirinya dan menyalahkan adik?
Dari peristiwa di atas, kita belajar bagaimana menjadi hening ketika bening. Pada saat inilah dirikan diminta untuk mengkondisikan suasana. Apa itu suasana?

Suasana yang dipengaruhi oleh diri kita. Ibaratkan sistem dan lingkungan. Kita sebagai sistemnya, bukan sebagai lingkungan. Karena kitalah yang seharusnya memberi pengaruh pada orang lain bukan menjadi pribadi yang mudah dipengaruhi suasana.

Ibarat dua anak yang sedang berada di atas air berarus deras. Si A mengapungkan dirinya. Apa yang terjadi? Sangat mungkin terbawa arus. Si B dengan kuat tenaga mengusahakan dirinya untuk untuk berpatokan pada dasar air. Begitu juga seharusnya kita. Memiliki prinsip untuk berpijak pada kebeningan.
Orang membuang satu ember kotor ke dalam danau yang bening. Ap yang terjadi? Apakah danau itu lantas menjadi kotor? Tidak. Justru air yang kotor tidak mencemari air danau yang bening tadi. Danau yang bening justru mengubah air kotor tadi. Itulah pribadi yang kita idamkan.

Mendengarkan Al Quran, suasana bening atau pening? Semoga jawabanny adalah bening. Tapi
Ketika berada di stasiun (sambil membayangkan) terdengar berbagai macam bunyi-bunyian. Tapi ketika mendengar suara al Quran di sela-sela keramaian itu, sensitif gak? Merasa keheningan gak?
Tinggal di lingkungan kerja yang suasana tidak nyaman, penuh dengan kecurangan, kebohongan, dan sejenisnya. Pribadi yang bening merasa tidak betah. Memilih keluar? Bukan jalan keluar yang baik. Bisa merubah hal tersebut? Tidak, karena dia baru pegawai baru di sana. Apa upaya yang dilakukan? Melakukan yang terbaik, menunjukkan kredibilitas yang baik, tetap menolong orang lain yang sedang membutuhkan, intinya menjadi pribadi yang kuat, mampu mengendalikan nafsunya.

Orang disebut dewasa diukur dari sejauh mana dia mengendalikan nafsu. Nafsu ada yang baik dan disukai juga nafsu yang tidak baik.  Saat kecil ingin beli HP, tapi dibilang nanti kalo sudah besar. Ketika besar, Hpnya tidak sesuai trend masa kini dan kembali memohon pada orang tua untuk meminta dibelikan HP baru. Namun jawaban orang tua, “HP digunakan untuk sms dan telpon saja, tidak ada uang untuk membeli baru”. Bagaimana sikap si anak? Menerima atau memberontak?

Menjadi pribadi seperti Rasulullah yang bertahan di tengah kejahiliyahan.  Keteladanan bisa membuat pengaruh bagi lingkungan. 

Tidak ada komentar: